Rabu, 31 Desember 2014

Asimetris Informasi

Definisi
Menurut Scott (2000:105) menyatakan bahwa asimetris informasi merupakan sebuah konsep yang paling penting dalam teori akuntansi keuangan.

Menurut Beaver , dalam jurnal puput tri komalasari (2001)  menyatakan bajwa asimetris informasi adalah istilah untuk menggambarkan adanya dua kondisi investor dalam perdagangan saham yaitu investor more informed dan investor less informed.

Informasi akuntansi yang berkualitas berguna untuk menurunkan asimetris informasi.  Asimetris informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham. Ketika timbul asimetris informasi, keputusan yang dibuat manajer dapat mempengaruhi harga saham. Sebab asimetris informasi antara investor yang lebih terinformasi dan yang kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan.  (komalasari (2000)

Jadi asimetri informasi yaitu suatu kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi  (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna infromasi (user).

Menurut Scott (2000) , terdapat dua macam asimetris informasi, yaitu :
1. Adverse Selection, yaitu bahwa para manajer serta orang –orang dalam lainnya biasanya lebih banyak mengetahui tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
2. Moral Hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika dan norma mungkin tidak layak dilakukan.

Peran asimetris informasi terhadap manajemen laba
Asimetris informasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetris informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetris informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal  dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan.  Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.
Keberadaan asimetris informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba.  

referensi : 

Manajemen Laba

1. Definisi
Manajemen laba menurut Schipper (1989) adalah suatu interverensi yang disengaja pada proses pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi, yang dapat dilakukan melalui pemilihan metode-metode akuntansi dalam GAAP ataupun dengan cara menerapkan metode-metode yang telah ditentukan.

2. Motivasi  Manajemen Laba
Menurut Scott (2000:352) beberapa hal yang memotivasi manajer melakukan manajemen laba adalah 
  • Bonus Scheme didasarkan adanya dorongan manajer perusahaan untuk mendapatkan bonus berdasarkan laba yang diperoleh oleh manajer. Motivasi bonus tersebut mendorong manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba dari periode yang akan datang ke periode saat ini.
  • Kontrak utang jangka panjang ( Debt convenant). Menyatakan bahwa semankin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang
  • Motivasi politik ( Political Motivation ). Menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memeperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.
  • Motivasi Perpajakan ( Tax Motivation) Menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan dengan tujuan meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.
  • Pergantian CEO. Biasanya CEO (Chief Executive Officer) yang akan pensiun atau masa kontraknya berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk untuk menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikan jumlah laba yang dilaporkan.
  • Penawaran saham perdana ( Initial public offering ). Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting  karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikan jumlah laba yang dilaporkan.


3. Bentuk- bentuk manajemn laba :
  • Taking a bath / big bath. Digunakan selama periode organizational stress atau reorganisasi . jika manajer merasa harus melaporkan kerugian, maka ia akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan ini manajer berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat ditimpahkan ke manajer lama, jika terjadi pergantian manajer.
  • Income Minimization. Dipilih selama periode dengan profitabilitas tinggi, sehingga jika periode yang akan datang diperkirakan laba turun drastis , dapat diatasi dengan pengambilan jatah laba sebelumnya.
  • Income maximization. Dilakukan manajer terutama untuk tujuan mendapatkan bonus. Perusahaan yang berada pada pelanggaran syarat perjanjian utang juga melakukan income maximization.
  • income smoothing. Dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena umumnya investor adalah risk averse dan menyukai laba yang relatif stabil.
  • cookie jar. Manajemen secara bebas membentuk cadangan dimasa booming yang kemudian digunakan untuk meratakan laba dimasa sulit . dimasa booming tersebut cadangan cenderung diperbesar sehingga dapat digunakan pada saat perusahaan mengalami kerugian atau penurunan laba agar perusahaan tidak terlihat jelek.
  • Revenue Recognition. Penjualan periode dimasa datang diakui sebagai penjualan pada periode berjalan dan menggeser biaya penjualan periode berjalan ke periode mendatang untuk menghasilkan laba tahun berjalan yang lebih tinggi atau sebaliknya jika ingin menurunkan laba.


4. Teknik Manajemen Laba
Setiawati dan Na’im (2000) dalam rahmawati dkk. (2006) mengungkapkan bahwa manajemen laba dapat dilakukan oleh tiga teknik sebagai berikut :
1. memanfaatkan peluang untuk mebuat estimasi akuntansi
Cara manajemen memperngaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amorisasi aktiva ak berwujud, estimasi biaya garansi dll.
2. mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi , contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap dari depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.
3. menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh rekayasa periode biaya atau pndapatan antara lain : mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran pengiriman produk ke pelanggan dan mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.

5. Alasan dilakukannya manajemen laba
Alasan dilakukannya manajemen laba karena :
1. manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.

2. manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default  yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.

3. manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya 


referensi :

Senin, 01 Desember 2014

audit forensik

Pengertian audit forensik
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
             Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, yang berupa kecurangan termasuk error, irregularity, dan fraud, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.

Perbedaan Audit umum dengan audit forensik


Kompetensi audit forensik
Dalam  sebuah literatur asing berjudul “Forensic Accounting”, diungkap mengenai kompetensi-kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh seorang auditor forensik meliputi :
1. Keterampilan auditing
2. Pengetahuan dan keterampilan menginvestigasi
3. Kriminologi yang secara khusus mempelajari psikologi  kriminalitas.
4. Pengetahuan akuntansi secara umum
5. Pengetahuan mengenai hukum
6. Pengetahuan dan keterampilan mengenai teknologi   informasi (TI)
7. Keterampilan berkomunikasi

Prosedur audit forensik
.  Identifikasi masalah
2. Pembicaraan dengan klien
3. Pemeriksaan pendahuluan
4. Pengembangan rencana pemeriksaan
5. Pemeriksaan lanjutan
6. Penyusunan Laporan
    Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan, yaitu :
a.  Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
    b. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
    c. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

Audit forensik di indonesia
Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di Indonesia.

Kendala audit forensik di indonesia
Penyebab utama yang mungkin adalah karena kelemahan audit pemerintahan Indonesia. Mardiasmo (2000 dalam Exellent Lawyer, April 2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia, yaitu:
            Pertama, tidak tersedianya performance indicator yang memadai sebagai dasar untuk mengukur kinerja pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun daerah. Hal tersebut umum dialami oleh organisasi publik karena output yang dihasilkannya berupa pelayanan publik yang tidak mudah diukur. Kelemahan pertama ini bersifat inheren.
            Kedua, terkait dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. Permasalahannya adalah banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang overlapping satu dengan lainnya yang menyebabkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan pelaksanaan pengauditan. Untuk menciptakan lembaga audit yang efisien dan efektif, maka diperlukan reposisi lembaga audit yang ada, yaitu pemisahan fungsi dan tugas yang jelas dari lembaga-lembaga pemeriksa pemerintah tersebut, apakah sebagai internal auditor atau eksternal auditor.

sumber :